Rabu, 21 Maret 2012

MOTIVASI BELAJAR ANAK

Oleh: Hermawih Hasan


Beginilah cerita seorang ayah pada waktu makan malam, waktu favorit berkumpul keluarga, di mana suami, isteri dan semua anaknya hadir.
Paman papi pertama bernama Bill Gates. Ia telah bisa membuat program komputer dalam usia tiga belas tahun. Program komputer telah membuatnya terobsesi, sehingga ia merelakan kuliahnya di universitas bergengsi di Amerika.
Lain hari, ayah bercerita lagi, paman papi kedua bernama Steve Jobs, anak yang nakal pada waktu muda dan gemar elektronika. Ia meninggalkan kuliahnya dan berhasil dalam tiga industri yang berbeda yaitu musik, komputer dan film animasi.
Hari berikutnya ayah itu bercerita lagi, paman papi ketiga dan keempat bernama Sergey Brin dan Larry Page. Mereka merelakan program doktornya karena obsesinya untuk mengkomersialkan hasil riset mesin pencarinya.
Ayah itu menjelaskan bahwa tidak selamanya cerita-cerita itu disampaikan tanpa gangguan atau komentar negatif. Anak-anaknya sering nyeletuk, "Kok, paman semuanya kaya tetapi papi tidak banyak uangnya," atau "Pamannya pintar-pintar, kok papi tidak." atau "Bosan ah, cerita paman melulu."
Untuk mengurangi kebosanan, di hari yang lain sang ayah tidak bercerita lagi tentang paman-pamannya. Saudara nenek kamu bernama Ibu Teresa. Ketika diragukan niat baiknya untuk menolong ratusan ribu orang yang harus ditolong, ibu Teresa bertanya, mulai dari angka berapa kamu menghitung sampai sejuta? Ibu itu berkata, mulai dari angka satu.
Lain hari ayah itu bercerita lagi, saudara nenek yang lain bernama Grace Murray Hopper. Ia adalah wanita penemu bahasa pemrograman COBOL. Ia adalah nenek pertama yang mendapatkan pangkat Real Admiral dan wanita pertama yang masih bekerja pada usia delapan puluh tahun di angkatan laut Amerika.
Lain hari ayahnya bercerita lagi. Pada suatu hari seorang anak berlari dengan kencang sambil menangis. Ia duduk di bawah pohon yang rindang sambil meratapi nasibnya dan menangis karena selalu saja prestasi sekolahnya jauh di bawah nilai kakaknya. Tanpa sadar ia melihat pemandangan yang indah di mana tetesan air jatuh ke sebuah batu yang sangat besar. Karena penasaran ia mendatangi lebih dekat dan terkejut ketika melihat batu itu berlobang karena tetesan-tetesan air yang kecil itu. Setelah dewasa anak itu menjadi orang yang terkenal jauh melebihi kakaknya karena hasil karyanya.
Begitulah cerita sang ayah kepada anak-anaknya pada setiap acara favorit keluarga, makan malam. Dan sering juga anak-anaknya mengomel, “Ah bosan, pada suatu hari melulu.”
Hasilnya? Masih saja semangat belajar anak-anaknya jauh dari memuaskan yang tentu saja berakibat pada nilai raport mereka. Namun ayah itu tidak bosan-bosannya dan tidak kenal lelah bercerita selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun, walaupun hasil yang diinginkan masih belum kunjung tiba. Stok ceritanya tidak hanya yang di atas, tetapi sering juga cerita-cerita itu diulang-ulang.
Kadang-kadang, kata sang ayah kepada penulis, sering juga ia bernyanyi sebagai ganti bercerita. Nyanyian itu adalah nyanyian yang biasa dilakukan ketika anak sekolah setingkat SD mulai belajar English Grammar. (Pernah dimuat di surat kabar Kompas pada saat menceritakan seorang bintang NBA).
"Good … Better ... Best
Don’t let us rest
Until your good becomes your better
And your better becomes your best."
Ayah itu bernyanyi terus sampai suatu hari salah satu anaknya mulai mengomentari setelah kalimat “Don’t let us rest.”, " … Ih, capek dech."
Ayah itu bernyanyi dan bercerita, bernyanyi dan bercerita tanpa kenal bosan dan lelah selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun.
Sampai suatu hari, keajaiban datang kepada anaknya yang sulung, kata sang ayah kepada penulis. Kepala sekolah dibuat kaget dengan lonjakan drastis nilai-nilainya hanya dalam hitungan bulan. Lonjakan nilai anak itu adalah yang paling tinggi di sekolahnya. Penulis memberanikan bertanya, apakah ia ranking pertama? Ah, bukan itu yang penting, jawab sang ayah. Yang penting adalah usahanya untuk mendorong dirinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar